Siapa bilang hobi ga bisa dikembangin jadi lebih serius? Terbukti, Rohanna menjadikan hobinya sebagai bisnis, bahkan turut membentuk komunitas yang berisikan perempuan untuk menghasilkan karya Kurumie. Bagi Rohanna, perempuan perlu mempunyai hobi atau skill lain untuk bisa menghasilkan uang tambahan.
Kurumie berarti membungkus. Kurumie adalah seni kerajinan tradisional atau seni kriya tangan yang berasal dari Jepang. Kurumie dibuat menggunakan kertas washi yang didatangkan langsung dari Jepang.
Kertas washi sendiri mempunyai corak warna yang bagus serta juga lentur, sehingga dinilai menjadi bahan yang tepat untuk membungkus karya Kurumie ini. Dalam pembuatan Kurumie, terdapat teknik yang unik! Pasalnya, bentuk dan teknik yang digunakan meliputi menyusun potongan pola dan gambar menjadi bentuk tiga dimensi.
Kurumie sendiri hadir sekitar tahun 1600, tepatnya pada zaman Edo. Kurumie dinilai istimewa karena nilai budayanya yang tinggi. Pasalnya, Kurumie telah menjadi kerajinan turun temurun di Jepang sejak era keshogunan Tokugawa berlangsung, yakni pada zaman Edo (1603 - 1867). Dalam menciptkan Kurumie, salah satu elemen yang harus hadir adalah potongan kain perca yang nantinya akan digunakan dan disusun bersamaan dengan tumpukan kertas. Kertas yang digunakan pun tidak sembarang, yaitu kertas washi yang memang hanya bisa didapatkan langsung dari Jepang.
Di Indonesia, kini inovasi Kurumie mulai berkembang. Kertas washi sendiri bisa diganti dengan beragam kertas lain. Bahkan juga digunakan kain-kain perca batik sebagai bentuk inovasi perpaduan budaya Jepang-Indonesia. Tak hanya itu, Rohanna juga sempat menyebut pohong pisang. Namun, pada praktiknya pohon pisang tidak bisa dijadikan bahan untuk membuat Kurumie. Bahannya yang kaku, tidak bisa dilipat, dan juga tidak memiliki motif yang menjadikan pohon pisang bukanlah pilihan tepat untuk menghasilkan karya seni Kurumie.
Adalah Rohanna, seorang Ibu yang memiliki hobi sejak 2012 untuk mengerjakan seni kriya Kurumie ini. Tak disangka, dari hobi tersebut, Rohanna ingin membantu perempuan lainnya untuk ikut mengasah skill demi menambah pemasukan uang demi keluarga.
Singkat cerita, keinginannya itu akhirnya dilakukan dan bisa membentuk sebuah komunitas. Komunitas ini terbentuk dari kumpulan ibu-ibu PKK dan juga pengajian. Di mana, bagi Rohanna kumpulan ibu-ibu seperti ini seharusnya juga bisa menjalankan hobi dan memiliki skill di luar pekerjaan sehari-harinya menjadi Ibu Rumah Tangga. Hingga kini, komunitas Rohanna Art sudah memiliki 200 anggota di dalamnya.
Motivasi menurut Rohanna adalah yang terpenting bagi komunitasnya. Bahkan bukan hanya Kurumie saja yang diajarkan oleh Rohanna, ada juga kalung dari batik, anting, juga bros. Niatnya ini adalah untuk perkembangan skill dalam pembuatan produk handcraft. Rohanna ingin memotivasi mereka untuk bisa berbisnis, menjadi guru, hingga mendapatkan penghasilan dari produk yang dibuatnya sendiri.
"Aku memotivasi mereka untuk terus berkarya. Selain itu, aku juga mengajarkan mereka untuk memanfaatan bahan-bahan yang tidak kepake, seperti kain perca. Jadi, ketika mereka datang, mereka sudah membawa kit mereka sendiri seperti gunting, benang, jarum, kain perca. Melalui cara ini, mereka tidak perlu mengeluarkan uang. Justru mereka bisa menghasilkan uang dengan bahan-bahan sederhana seperti ini," ujar Rohanna.
Dengan adanya kegiatan membuat seni kriya Kurumie, Rohanna juga merasa terbantu apabila mendapat banyak pesanan. Dirinya bisa memberikan pekerjaan tersebut pada komunitasnya. Selain itu, beberapa karya dari komunitasnya sendiri seringkali dipajang di pameran. Rohanna juga menghimbau anggotanya untuk bisa belajar menjual karyanya sendiri. Hal ini yang mendatangkan kebanggaan bagi setiap anggota komunitas Rohanna Art.
Dari tawaran mengajar Timika hingga pameran dari Jepang Foundation, Rohanna sudah menjalaninya dengan sukacita. Pesanan dari tour travel sebanyak 1.100 hingga dari Walikota yang mencapai hingga 900 pesanan. Semuanya dikerjakan dalam kurun lima bulan, tentunya dengan bantuan dari komunitas Rohanna Art sendiri.
Lalu, dilanjutkan dengan pameran dari Japan Foundation. Di mana Rohanna diundang untuk mengikuti pameran tersebut selama dua minggu. Saat itu dirinya ingin membuat Kurumie dari batik, sehingga hasil karyanya turut membantu memperkenalkan batik pada banyak orang. Tidak berhenti di situ, Rohanna juga mendapatkan tawaran untuk mengajar di PT Freeport, Timika.
"Kurumie ini banyak peluangnya. Banyak sekali orang yang ga paham dan ngerti, bahkan orang Jepangnya sendiri tidak bahwa Kurumie sendiri adalah handcraft asal negerinya sendiri, Jepang. Di Indonesia juga sebenarnya peluangnya lebih banyak untuk handcraft. Bisa jadi guru bahkan untuk dijual." jelas Rohanna.
Saat ditanya mengenai masalah terbesar untuk seniman di Indonesia, terutama handcrafter, Rohanna menjawab bahwa sebagia orang kurang menghargai seni.
"Dari yang aku lihat setiap pameran, mereka sellau bilang; bagus ya, mewah ya, keren ya. Namun kalau sudah tau harganya mereka akan menjawab "kok mahal ya?"
Melalui tanggapan seperti ini, Rohanna tak hilang akal. Dirinya menyediakan kit untuk bisa dibeli oleh pelanggan agar mereka bisa membuat dan mengetahui tingkat kesusahan membuat Kurumie ini. Niat ini untuk memperlihatkan bahwa Kurumie memang pantas dijual mahal karena proses yang juga tidak mudah.
Selain itu, dirinya juga mengaku permintaan pasar di Indonesia untuk handcraft Kurumie belum banyak dikarenakan produk ini belum menjadi kebutuhan pokok. Hal tersebut juga yang membuat pemasaran Kurumie menjadi sedikit sulit.
Gimana, seru ga cerita dari Rohanna Art? Dari hobi hingga bangun komunitas, juga ikut pameran, sampai mengajar ke Timika! Moselo berharap, kamu yang memiliki hobi di bidang handcraft untuk bisa terus menggali skill dan hobi kamu ini ya. Siapa tau kamu bisa juga melakukan hal positif dan seru seperti Rohanna Art ini. Semangat!